Selasa, 29 September 2009

Kemerdekaan Untuk Siapa

Memaknai kemerdekaan

Kemerdekaan pada hakikatnya adalah tegaknya hak bagi setiap individu baik secara eksistensi maupun secara ruhani yang sifatnya sangat prinsifil. Memaknai kemerdekaan tentu tidak rigid, akan selalu mengikuti perubahan zaman, misalnya kemerdekaan bagi rakyat Indonesia pada mulanya adalah terbebasnya bangsa-negara dari kungkungan kolonialis-imperialisme penjajahan yang dilakukan Belanda-Jepang-Portugis-Inggris dan lain-lain. Kita akan dihadapkan pada kilas-balik sejarah yang tragis dan menyakitkan, bagaimana hak-hak sebagai warga pribumi dikekang (dimusnahkan) tanpa perikemanusiaan, selama hampir 350 tahun oleh Belanda dan 3,5 tahun oleh Jepang, artinya bahwa memaknai sebuah kemerdekaan adalah bagaimana membebaskan bangsa ini dari penjajahan. Menjadi bangsa jajahan memang tidak ada istilah enak atau tidak enak, semuanya berjalan dengan penuh keterpaksaan, pengawasan dan penindasan, maka seiring perputaran zaman akhirnya celah untuk menciptakan kemerdekaan terbuka lebar, Perang Dunia kedua memberi keberuntungan bagi bangsa-bangsa jajahan untuk mengangkat senjata, setelah Belanda mengalami kerugian dan kekalahan perang, juga pengeboman dua kota Hiroshima dan Nagashaki oleh sekutu membuat perputaran arah sejarah dunia berputar dengan cepat. Jepang menyerah tanpa syarat sedang di Indonesia terjadi kekosongan kekuasaan, yang pada akhirnya ending dari revolusi rakyat itu adalah peristiwa Proklamasi Republik Indonesia yang dibacakan oleh Soekarno dan ditandatangi oleh Soekarno-Hatta. Demikianlah kemerdekaan itu bukan hadiah dari para penjajah melainkan ditebus oleh darah dan nyawa, selama bertahun-tahun para mujahid berada di garis depan perlawanan, mereka semua syahid dan menjadi pahlawan bagi bangsanya, bagi keluarganya dan bagi generasi hari esok.
Dan seiring perubahan zaman suara-suara heroic revolusi nasional itu perlahan senyap, tinggal sayup-sayup suara yang timbul-tenggelam ditengah gemuruh zaman yang terus berlari berebut garis finish, makna kemerdekaan pun perlahan luntur dan tergantikan oleh Suasana zaman yang berubah tetapi kemerdekaan yang sesungguhnya itu maknanya jadi kabur dan terlampau absurd, tak ada lagi suasana hening doa yang khusu dengan air mata yang membasahi kelopak matanya. Doa yang sungguh-sungguh terlahir dari luka dan penderitaan segenap bangsa, semua itu sudah tak ada lagi dan perlahan kita telah melupakannya, melupakan mereka yang terbunuh di medan perang, melupakan mereka yang kehilangan kaki atau tangannya karena ingin meraih kemerdekaan, kita juga diam-diam melupakan para peteran yang telah renta, padahal mereka sangat heroic membela kemerdekaan. Apa yang sebenarnya terjadi adalah kesalahan memaknai kemerdekaan, kita melupakan esensi makna kemerdekaan yang sesungguhnya, sehingga mensikapi kemerdekaan hanya sebatas uporia, hura-hura dalam rutinitas yang hanya sekedar formalitas belaka. Dan apa arti kemerdekaan di zaman merdeka saat ini, rezim kekuasaan datang dan pergi silih berganti, tapi ketidak adilan dan ketimpangan social semakin lebar menganga, apa yang diwariskan rezim penguasa selain kehancuran system social dan system budaya. Yang terlahir adalah penjajahan baru, raja-raja kecil yang merampas hak-hak rakyat, makna kemerdekaan di zaman yang merdeka ini adalah bagaimana membebaskan rakyat dari kejahatan para pemimpin dan penguasa yang lalim, karena memperingati kemerdekaan bukan sekedar balap karung, panjat pinang atau mengibarkan bendera merah-putih sepanjang jalan, pada tiap pintu gang dan upacara disetiap tingkat pemerintahan. Sedang kemerdekaan yang sesungguhnya telah digadaikan dan dirampas oleh kaum imperialisme baru yang berwujud raksasa kapitalisme global, Amerika dan sekutunya. Kemanakah kemerdekaan itu? Milik siapa kemerdekaan itu? Karena nyaris bangsa ini sudah kehilangan kemerdekaan dan kemandirian, semua sudah berkiblat dan sujud di kaki kapitalisme asing. Inikah makna kemerdekaan yang kita banggakan?
Wallahu’alam bishawab, salam revolusi!!!

0 komentar: