Selasa, 29 September 2009

Menunggu Juru Selamat Bagi Partai Golkar

Golkar Yang Ditinggalkan

Rumah megah Golkar yang diwariskan Orde Baru umurnya akan segera habis, keadaannya seperti diujung tanduk. Golkar menunggu juru selamat dan malaikat penolong itu sedang dinantikan kedatangannya. Selama 32 tahun berkuasa Golkar sudah sangat lihai menghadapi badai ujian, baik menghadapi konflik internal juga menghadapi ancaman dari lawan politik. Ujian terberat Golkar adalah pasca tumbangnya Rezim Soeharto oleh gerakan repormasi, tapi Golkar beruntung punya seorang Akbar Tanjung yang waktu itu berdiri tegak menantang badai ditengah tuntutan pembubaran Partai Golkar, dengan babak-belur Akbar Tanjung menunjukan kelihaiannya sebagai seorang politisi. Walaupun Golkar kalah di pemilu 1999 tapi berhasil mengantarkan Akbar Tanjung menjadi Ketua DPR RI, ditangan Akbar Tanjung Golkar berhasil mencuci dosa dan berubah menjadi Golkar baru yang berteriak-teriak repormasi. Itulah Golkar yang berpengalaman mengenyam asam-garam kekuasaan, pada pemilu 2004 Golkar kembali memenangkan pemilu dan nasib baik Golkar itu tidak berbanding lurus berpihak kepada Akbar Tanjung, jalan rumit Akbar Tanjung dari dakwaan pengadilan bisa dihindarkan tapi dia terpental di Konvensi Partai Golkar dalam pencalonan presiden, Akbar disisihkan Jenderal Wiranto yang maju berpasangan dengan Solahudin Wahid. Akbar semakin terpuruk ketika dia kalah dalam persaingan perebutan Ketua Umum Golkar yang berhasil diambil alih oleh HM. Jusuf Kalla yang waktu itu sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia berpasangan dengan SBY, Akbar pun hilang dari peredaran dan dalam pertapaannya dia meraih gelar doktoralnya. Dengan desertasi yang mengkritisi keterlibatan saudagar dalam pencaturan politik. Tapi Golkar masih tetap berdiri tegak sebagai penguasa walaupun Capres dari Golkar kalah telak diputaran pertama. Dan juru selamat itu adalah HM. Jusuf Kalla yang mengambil alih kepemimpinan Golkar, sebagai Wakil Presiden JK punya andil besar mengantarkan Kabinet SBY pada kesuksesan dan menempatkan orang-orang Golkar pada posisi strategis, walaupun partai yang dipimpinnya terpuruk dalam pemilu 2009. JK meraih kecaman dari tokoh-tokoh Golkar dan kepemimpinan JK pun dihantui Munaslub tetapi JK masih tetap tegar bahkan dia selalu bertindak lebih cepat seperti sloganya “Lebih cepat lebih baik.” Akhirnya pasangan harmonis ini pun pecah, SBY pindah ke lain hati dan JK baikan dengan kawan lamanya Jenderal Wiranto dan pada pemilu 2009 keduanya sepakat menjadi pasangan capres yang diusung Partai Golkar dan Partai Hati Nurani Rakyat yang sebenarnya dua anak sungai yang berasal dari sungai yang sama dan bermuara dalam kekalahan. JK pun dengan gayanya yang santai, humoris dan ceplas-ceplos berencana pulang kampong dan mengurusi pendidikan di daerahnya. Sepertinya kekalahan itu baginya bukan sebuah beban, JK sangat dewasa dan bijak akhir-akhir ini, dia konsisten dengan tugasnya sebagai Wapres SBY dan menyelesaikan sisa jabatannya hingga akhir September 2009. Tapi JK bukan berarti lepas dari tanggung jawab dihadapannya Munaslub VIII Golkar menunggu dan meminta pertanggung jawabannya. Siapakah sang juru selamat bagi Golkar itu? Kepada siapakah Jusuf Kalla mewariskan kepemimpinannya?
Yang pasti Partai Golkar punya banyak stock kader, baik yang muda maupun yang tua untuk memimpin estapeta kejayaan Golkar, yang sebenarnya Golkar berada diujung kehancuran. Peralihan sistim politik dan pergantian rezim kekuasaan di republic ini tidak mudah untuk merebut kekuasaan, perlu keajaiban dan momentum yang tepat. Munculnya Partai Demokrat yang didirikan oleh SBY cukup memberikan nuansa baru dan menjadi harapan perubahan, walaupun yang sebenarnya terjadi hanya semu belaka. Tetapi Partai Demokrat tetap sebagai musuh politik yang nyata bagi Golkar, secara riil Golkar ditingglkan rakyat karena ada Partai Demokrat, dan Golkar benar-benar akan ditinggalkan kalau tidak melakukan pembaharuan secara mendasar. Golkar yang mayoritas didukung oleh golongan tua, sedang golongan tuanya juga sudah tergantikan oleh golongan tua masa kini. Artinya golongan tua pendukung setia Golkar sudah pada meninggal dunia digantikan golongan tua yang tidak resfek terhadap Golkar. Maka jangan pernah berharap Golkar mendapat dukungan lagi dari rakyat.
Munas VIII Partai Golkar pada bulan Oktober di Pekanbaru Riau adalah momentum strategis untuk mengevaluasi dan menentukan langkah Golkar ke depan dan nasib baik itu tergantung siapa yang berhasil mengambil alih kepemimpinan Partai Golkar.
Kasak-kusuk, dukung-mendukung, claim-mengclaim, menjelang Munas VIII Partai Golkar adalah dinamika yang sudah biasa terjadi di partai manapun, tetapi rakyatlah yang pada akhirnya yang akan memberikan penilaian kepada partai. Saya hanya menyarakan kepada kaum elit tokoh-tokoh Golkar agar peka terhadap kondisi social masyarakat saat ini, karena salah memasangkan pigur sama halnya dengan mencoreng muka sendiri.
Ada banyak strategi agar Golkar bisa diselamatkan. Pertama proses Munas VIII di Pekanbaru harus berjalan secara sportive, memberikan ruang seluas-luasnya bagi setiap kader terbaik Golkar, dengan mengedepankan idealisme bukan pragmatisme untuk kepentingan sesaat, artinya posisi kursi ketua umum tidak dibeli oleh uang dengan membagikan uang secara berlebihan kepada tiap DPD. Kedua proses Munas adalah upaya membangun visi partai, untuk menyelamatkan partai, bukan sekedar kepentingan kelompok, kubu-isme, juga kepentingan faksi yang haus kekuasaan. Ketiga, Golkar harus mengusung kepemimpinan yang bersih baik dari dosa masa lalu atau pun kepemimpinan yang bermasalah dan melukai rakyat. Keempat, Golkar harus mengangkat seorang pemimpin yang berkepribadian, popular dan mewakili selera rakyat Indonesia. Sebenarnya point yang keempat ini sangat sederhana rakyat Indonesia perlu pigur pemimpin yang bersih, santun, muda, ganteng, idealis dan punya visi untuk memajukan partai dan Negara.
Mengapa tidak, budaya mengangkat seorang pemimpin karena uangnya banyak sudah tidak relevan lagi, kalau Golkar tetap seperti itu jangan berharap 2014 Golkar memenangkan pemilu, dan saya yakin rakyat akan meninggalkan Partai Golkar. Semalat bermusyawarah tuan-tuan, rakyat tahu yang terbaik bagi dirinya!!

Swiss Van Java, September 2009

0 komentar: